“THESEUS SI
PEMBERANI”
DENGAN
PENDEKATAN PSIKOLOGIS
DARI NOVEL
YANG BERJUDUL “THESEUS”
KARYA PENGARANG
PERANCIS “ANDRE
GIDE”
A.
ALASAN
PEMILIHAN JUDUL “THESEUS SI PEMBERANI”
Mengapa saya
memilih untuk menggunakan judul “theseus si pemberani”, alasannya adalah karena
setelah saya membaca dan memahami isi novel tersebut saya merasa bahwa theseus
yang merupakan tokoh utama dalam novel ini adalah seorang anak raja yang dalam
kehidupannya tentunya di didik dan dibentuk dengan watak yang memang memiliki kewibawaan dan
lain sebagainya, namun disini sifat itu memang sudah dimiliki theseus, tapi itu
semua terlalu dini ditanamkan ayahnya pada theseus, bagaimana tidak sejak kecil
theseus seolah tidak mendapatkan sedikit waktupun untuk bersahabat dengan alam
dan manusia lainnya sebagaimana yang seharusnya dialami anak seusianya,
sehingga dalam hal ini theseus sangat membenci ayahnya, namun dia tetap
berusaha dan mau menjalani itu semua dengan baik yang akhirnya memang membentuk
dirinya pada karakter anak raja yang diharapkan ayahnya, dia berani melawan
gejolak kekesalan, amarah dan hal-hal lainnya demi itu semua. Sehingga pada
akhirnya theseus besarpun juga dihadapkan pada peperangan, pertempuran dan
usaha membela tanah airnya dan theseus memenangkannya serta berhasil mendapatkan
tahta kepemimpinan berkat keberaniannya serta menikah dengan isteri yang cantik
jelita, tapi pada akhirnya theseus harus menerima nasib meninggal dalam keadaan
seorang diri akibat sifat kesombongannya tersebut, yaitu yang juga merupakan
salah satu sifat yang diwarisi dari ayahnya itulah yang membawanya pada
kehancuran dan kehampaan diri dalam hidupnya.
Jadi itulah
yang menjadi alasan mengapa saya mengangkat judul “theseus si pemberani”. Dan disini
saya juga menggunakan sebuah pendekatan dalam pengapresiasian prosa fiksi ini
yaitu dengan “pendekatan psikologis”.
Dimana pendekatan inilah yang saya anggap paling cocok untuk digunakan
menganalisis novel yang berjudul “THESEUS” dengan pendekatan tersebut, karena
itu juga sesuai dengan judul saya yang sudah tersebut diatas. Jadi saya yakin
untuk menggunakan pendekatan psikologis, juga selain itu saya nanti akan lebih
condong pada tokoh utama dalam menganalisis novel ini, yaitu theseus yang
merupakan tokoh utama sekaligus merupakan judul dalam novel ini.
B.
UNSUR-UNSUR
INTRINSIK DALAM NOVEL THESEUS KARYA PENGARANG PERANCIS “ANDRE
GIDE”
·
TOKOH
v TOKOH UTAMA: THESEUS
1.
Karakter pemberani dalam
diri Theseus ini tampak saat ayahnya menyarankan dirinya untuk menempuh jalan
laut yang lebih aman, namun bukanlah Thesesus jika tak menentang bahaya.
Theseus dengan keberaniannya memilih jalan darat dengan segala lika-likunya. Baginya,
hal itu merupakan kesempatan dirinya dalam memperlihatkan keberaniannya. Hingga
dalam perjalanannya ia mampu mengalahkan beberapa penjahat yang mencoba
menghadang perjalannya.
2.
Karakter penuh percaya diri
dalam diri Theseus ini tampak saat ia mengakui pada dirinya sendiri bahwa
tangan dan hatinya begitu kuat tatkala ia berhasil mengalahkan
perampok-perampok yang baginya sangat berbahaya.
3.
Karakter penuh kekuatan
dalam diri Theseus tampak saat ia menuruti perintah ayahnya dalam mengangkat
batu-batuan besar untuk mencari senjata di bawah tanah.
4.
Karakter penuh pengabdian
kepada manusia dalam diri theseus tampak saat ia telah menunaikan pengabdiannya
dalam membersihkan bumi dari penjahat-penjahat, perampok-perampok serta
binatang buas.
5.
Karakter selalu ingin serba
sempurna dalam segala usaha dalam diri Theseus in sebenarnya adalah sifat yang
ia warisi dari kakeknya Pitheus. Kata-kata kakeknya seolah telah terpatri dalam
jiwanya bahwa tidak cukup manusia itu akan ada, juga tidak cukup akan sudah
ada, tapi ia harus mewarisi dan bekerja, sehingga ia merasa bahwa adanya itu
belum selesai, dan ia masih tetap sambung menyambung dan perlu disempurnakan.
6.
Karakter penuh ambisi dan
perkasa dalam diri Theseus merupakan sifat yang ia warisi dari herkules, anak
bibinya.
7.
Karakter cerdas dalam diri
Theseus merupakan sifat yang ia warisi dari kakek dan ayahnya Pitheus dan
Aegeus.
8.
Karakter tidak
bertanggungjawab dalam diri Theseus tampak saat ia dalam perjalannya menuju
Atena, ia bertemu dengan sosok Pyregone yang tinggi dan lemah gemulai lalu
Theseus memberinya anak yang bernama Menalip. Pyregone dan menalip begitu saja
ditinggalkan oleh Theseus supaya ia tak terlambat dalam perjalannya.
9.
Karakter curang dalam diri
Theseus tampak saat ia diuji kesaktiannya layaknya dewa Poseidon oleh Raja
Minos. Ia mencurangi ujian yang diberikan Raja Minos.
10. Karakter tidak konsisten dalam diri Theseus
yang menurutnya sendiri adalah warisan dari Dewa Poseidon yakni perangainya
yang tak pernah tetap dalam segala hal. Hal itu juga ditunjukkan Theseus ketika
ia tak dapat tetap mencintai seorang wanita.
11. Karakter tak ingin disaingi ataupun dikalahkan
oleh orang lain dalam diri theseus tampak ketika kebenciannya terhadap ayahnya
karena ayahnya dianggap telah menyainginya merampas “sosok ibu” dari dirinya
lewat larangan bersahabat dengan alam yang secara tidak langsung memutus imaji
erotiknya. Hal lain juga tampak saat bayang-bayang ayahnya muncul pada diri
anaknya, Hypollitus serta tampak juga saat Theseus merasa disaingi dan
dikalahkan oleh sahabatnya sendiri, Oedipus. Ketika Oedipus berada di bumi
pertiwinya, Attika, Oedipus yang juga seorang raja Thebes yang dianggapnya akan
memiliki Attika juga.
12. Karakter pengayom pada diri Theseus tampak
ketika ia berucap bahwa yang selalu ia jaga adalah kepentingan umum, menjaga
keseimbangan dan ketertiban.
13. Karakter penakluk pada diri Theseus tampak
ketika ia berhasil menaklukkan binatang-binatang buas, perampok-perampok dan
penjahat-penjahat.
14. Karakter angkuh pada dirinya Theseus tampak
saat ia mengakuinya sendiri. Berikut kutipan yang menunjukkan bahwa tokoh Theses
memiliki sifat angkuh.“Kupersembahkan kepada dewa-dewa sebagai tebusan atas apa
yang telah kucapai dengan berhasil disamping sifat-sifat angkuh yang kumiliki”
15. Karakter teguh hati, tampak ragu-ragu dan
pantang mundur tampak saat Dedalus pembuat Labyrinth berkata pada Theseus bahwa
daedalus menyukai Theseus karena keteguhan hati menghadapi sesuatu tujuan tanpa
ragu-ragu dan pantang mundur.
v TOKOH SAMPINGAN: Aegeus,
hypollitus, Poseidon, Pirithous, Herkules, Antiope, Pyregone, Menalip, Minos,
Minotaur, Pasiphae, Rhadamanthus, Daedalus, Ariadne, Phaedra, Elaukus dan
Oedipus. Tampak juga beberapa tokoh yang disebutkan oleh penulis namun tidak
digambarkan bagaimana karakter dan perannya dalam cerita. Dalam arti
tokoh-tokoh lain ini hanya sekadar sebagai tokoh tambahan dalam cerita dengan
hanya menyebutkan nama-nama tokoh ini namun tidak menghidupkannya dalam peran.
Sehingga cukup susah untuk penganalisisan karakteristik tokoh-tokoh tersebut.
·
ALUR
Dalam novel “THESEUS” ini alurnya adalah “CAMPURAN
(MAJU DAN MUNDUR)”. Bagaimana tidak cerita dalam novel theseus ini seolah
diceritakan begitu rumit, setelah mengarah maju alurnya, tiba-tiba saja
mengenang masa lalu dan menceritakan kebelakang jadi terkesan alur mundur, dan
itulah yang menyebabkan novel theseus ini saya memutuskan bahwa memang benar
novel tersebut menggunakan alur campuran dalam ceritanya. Sehingga kehidupan,
peristiwa-peristiwa dalam novel theseus juga terkesan diceritakan secara detail
dari awal sampai akhir, baik menceritakan dengan langsung kearah depan
kehidupannya maupun kembali menceritakan kehidupan atau peristiwa yang telah
lampau. Atau telah dilalui oleh theseus tersebut. Jadi saya menyimpulkan bahwa
novel theseus ini menggunakan alur campuran.
·
SETTING
v SETTING
TEMPAT
Novel theseus
ini diceritakan diberbagai tempat yakni meliputi hutan, taman,
pantai, laut, sekitar istana, di desa, di kota-kota, di pelabuhan, di ibu kota
pulau, kamar istana, di bawah ruangan kerajaan, sebuah arena besar dalam bentuk
setengah lingkaran terbuka di dekat laut, di amphitheatre, labyrinth, danau
moris, pulau naxos.
v SETTING
WAKTU
Novel theseus ini latar waktunya yaitu
terjadi sepanjang hari, dimana pada waktu pagi, siang, sore dan juga malam.
v SETTING
SUASANA
Dalam novel theseus setting suasananya
meliputi kesal, benci, tertekan, tegang, mencekam, iri, cemburu, bahagia, acuh
dan sedih. Ini semua tergambar dari kejadian maupun peristiwa yang berlangsung
secara berkesinambungan dalam novel theseus tersebut.
·
DIKSI ATAU
PILIHAN KATA
Novel
theseus ini diksi atau pilihan kata yang dipergunakan sangatlah sulit dipahami
oleh pembaca ataupun pengapresiasi prosa fiksi (apresiator). Karena novel tersebut menggunakan majas yang
cukup sulit dipahami yakni ada beberapa gaya bahasa yang dapat dijumpai dalam
novel ini adalah gaya bahasa atau majas hiperbola, personifikasi dan metafora.
Dimana diperlukan pengetahuan tentang majas-majas tersebut, sehingga jika hanya
pembaca biasa, maka akan sangat kesusahan dalam pengapresiasian sebuah karya
sastra berupa prosa fiksi ini. jadi memang dibutuhkan ketelatenan dalam
pengapresiasian novel theseus tersebut, agar diperoleh hasil yang optimal dan
sesuai kehendak hati bagi si pengapresiator prosa fiksi. Karena itulah sebuah
pengetahuan tentang gaya bahasa juga merupakan hal penting yang perlu diketahui
dan dimengerti oleh seorang apresiator karya sastra khususnya pengapresiator
prosa fiksi yang pada umumnya memang kesulitan yang akan dialami cukup tinggi.
·
CHEMISTRI
BUDAYA
Dalam novel
theseus ini chemistry budaya yang dapat ditangkap adalah sebuah kehidupan yang
tentunya masih sangat bersifat kekerajaan, dan pengabdian tinggi bagi seorang
rakyat pada pemerintahan yang ada. Jadi sosok pemimpin disini sangat
berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya. Karena itulah terkesan adanya
ketidakbebasan dalam kehidupan masyarakat yang patutnya seperti itu ditiadakan,
namun pada akhirnya lahirlah sebuah kehidupan yang dapat mensejahterahkan
rakyatnya dan akan tetapi terdapat kesenjangan antara golongan bangsawan dan
rakyat biasa, walaupun sudah ada aturan yang meminimalisir hal tersebut terjadi
pada kehidupan sosial masyarakat.
·
SUDUT
PANDANG
Dalam
novel ini sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama.
Dalam arti penulis menempatkan dirinya sebagai tokoh utama yakni bercerita
secara langsung yang ditandai dengan “Aku”.
C.
Theseus si
pemberani dengan nasib yang malang karena Oedipus complexnya.
Keberanian
theseus menghadapi dan melawan kehidupan yang sangat tidak sesuai dengan
tahapan perkembangan yang seharusnya dia alami inilah yang menjadikan dia menjadi
sosok pemberani sampai tak tau batas dan sekan klewat batas dalam segala hal. Oedipus
complex yang diderita Theseus ada pada tahapan perkembangan psikoseksual dimasa
anak-anak saat anak menganggap ayah sebagai musuh dan saingan dalam meraih
cinta secara eksklusif dari ibunya. karena ia tidak mampu melewati tahapan atau
fase perkembangan kepribadian pada dirinya. Sehingga Theseus dikatakan sebagai
seseorang yang memiliki kepribadian yang tak sempurna atau menyimpang karena ia
tak mampu melewati fase-fase perkembangan kepribadiannya dengan baik. Oedipus
compelx dalam diri Theseus ini bisa dilihat pada perjalanan hidup Theseus sejak
masa kecilnya hingga masa dewasanya. Keterpakuannya pada Oedipus compelx ini
terlihat pada peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang hidupnya.
Peristiwa-peristiwa itu yakni kematian sang ayah (Aegueus), kematian sang anak
(Hypollitue) dan kematian sang sahabat yang juga sebagia raja Thebes (Oedipus).
Jika dilihat pada peristiwa kematian sang ayah (Aegeus), hal itu bermuka dari
darita Oedipus complex yang dialami Theseus. Berawal dari keinginan Theseus
semasa kecil yang lebih cenderung menyukai kehidupan yang bebas serta kedekatan
yang begitu hangat dengan alam. Keinginannya ini menimbulkan gairah sensual
dalam dirinya. Dengan ia melakukan kebebasan dan kedekatannya dengan alam,
Theseus merasakan adanya dorongan libido dalam dirinya. Benda-benda di alam
yang begitu dekat dan bersahabat dengan menggambarkan atau mengandung satu
sifat umum yakni kelembutan seorang wanita. Dimana telah lama ia begitu
mendambakan kehadiran “sosok ibu”.
Berikut
kutipan dalam novel yang menunjukkan kedekatan Theseus dengan alam yang berasal
dari keinginan hidup bebas :
“Aku tak terbatas
hanya pada diriku, maka segala hubunganku dengan dunia luar tidak menunjukkan
kepadaku batas-batas kemampuanku seperti halnya dengan kecenderunganku dalam
mencari kesenangan. Dengan tanganku aku sudah mengelus-elus buah-buahan dan
kulit kayu yang lunak, batu licin di tepi laut, bulu anjing dan kuda, sebelum
aku menjamah wanita….”
Benda-benda
alam itulah yang merupakan lambang kehalusan dan kelembutan seorang wanita.
Tanpa Theseus sadari, kedekatannya dengan alam merupakan suatu bentuk
kerinduannya terhadap sosok wanita yang telah lama ia damba. Namun kenikmatan
imaji erotiknya itu tak bertahan lama. Hal itu karena ayahnya, Aegeus yang
merupakan raja yang gagah perkasa yang juga ia kagumi melarang ia untuk tidak
melakukan hal-hal seperti itu. Bentuk pelarangan inilah merupakan kejadian awal
yang membawa konflik dalam diri Theseus kepada ayahnya. Berikut kutipannya :
“Suatu hari ayah
berkata kepadaku bahwa hal-hal semacam itu tak dapat terus berjalan demikian.
Kenapa ?”
Sanggahan
kata “Kenapa ?” yang secara langsung keluar dari mulut Theseus adalah suatu
bentuk kekecewaan maupun kesakitan hatinya atas larangan ayahnya. Menurut
ayahnya, hal itu tak pantas ia lakukan karena sudah tentu bahwa ia adalah
putera dari ayahnya yang harus memperlihatkan diri bahwa ia memenuhi syarat
menduduki tahta yang akan diwarisi dari ayahnya. Larangan ayahnya tersebut
secara tidak langsung memutuskan sang libido dengan “sosok ibu” dengan kata
lain larangan tersebut merupakan vonis mati bagi imaji erotiknya. Mau tidak mau
Theseus menerima larangan sang ayah karena ia begitu mengagumi sosok sang ayah
sebagai raja yang perkasa, terhormat dan berwibawa sehingga membuat ia tak
dapat menyalahkan ayahnya atas larangan tersebut. Sebenarnya pada saat inilah
Theseus mulai menumbuhkan benih dendam kebencian yang nantinya akan selalu
terepresi dalam alam tak sadarnya. Hal itu tampak dalam kesadarannya bahwa ia
merasakan sang ayahlah yang menjadi penghalang libidonya terhadap “sosok ibu”
berikut kutipannya :
“Seperti sudah
kukatan, Aegeuslah yang telah menjadi perintangku dalam cinta”
Atas
hasrat libido pada diri Theseus yang begitu besar serta ingatannya akan
ayahnyalah yang menjadi pemutus hasrat libidonya itu, theseus secara tak sadar
menyebabkan kematian pada sang ayah. Setelah ia kembali dari pulau kreta dan
berhasil membawa kemenangan dari Phaedra (wanita yang ia cintai sekaligus
puteri kedua dari Raja Minos), Theseus seakan terlupa akan kesepakatan dirinya
dengan ayahnya. Saat ia kembali ke Attika, ia lupa mengibarkan bendera putih
bertanda kemangannya. Namun ia malah terlupa
sehingga tetap bendera hitmalah yang berkibar di atas awak kapalnya. Melihat
hal itu, ayahnya menjatuhkan dirinya ke dalam laut. Kematian ayahnya itulah
merupakan keinginan Theseus yang secara tidak sadar telah terepresi begitu lama
dalam alam bawah sadarnya. Karena ia merasa ayahnyalah yang menjadi penghalang
hasrat libidonya sehingga ia merasa apabila ayahnya tiada, ia bisa memenuhi
segala hasrat libidonya. Peristiwa lain akibat derita Oedipus complex yang ia lamai
adalah peristiwa kematian sang anak (Hypollitus). Rasa dendam dan bencinya
terhadap sang ayah terulang pada sang anak (Hypollitus). Theseus melihat bahwa
watak sang anak yang luhur budi, mulia dan menauhi kehidupan duniawi merupakan
watak turunan dari ayahnya, Aegeus. Secara tak sadar ia telah membunuh anaknya
sendiri. Dorongan untuk melakukan itu merupakan manifestasi kebencian pada
sosok ayah yang telah lama terpendam dan seara tiba-tiba muncul kembali tatkala
Theseus menemukan sosok ayah dalam diri anaknya. Peristiwa terakhir akibat
derita Oedipus complex yang dialami Theseus adalah kematian sahabatnya sendiri
yakni Oedipus. Kondisi Theseus karena Oedipus complexnya itu memunculkan
perasaan bahwa ia merasa paling hebat dan tak ingin disaingi ataupun dikalahkan
oleh orang lain meskipun oleh sahabatnya sendiri. Ia menganggap sahabatnya
sendiri sebagai saingan terberatnya. Sehingga saat kematian sahabatnya sendiri
di bumi Attika, ia merasa telah memiliki Attika sepenuhnya. Dimana tak akan ada
orang lain lagi yang merebut apa yang ia punya. Dan karena sifat pemberani
dalam mengambil keputusan maupun tindakannya melawan musuh inilah yang pada akhirnya
menjadikan dia hidup seorang diri tanpa adanya kasih sayang yang dapat abadi
sehingga theseus mati.
D.
BEBERAPA HAL-HAL MENARIK
YANG TERDAPAT DALAM NOVEL THESEUS DIANTARANYA ADALAH SEBAGAI BERIKUT:
1. “Pertama sekali
manusia harus mengenal siapa dia. Sesudah itu baik juga kita hayati dan kita
ambil dengan tangan apa yang telah ditinggalkan sebagai warisan buat kita”.
2. Jadilah kau laki-laki
dewasa. Belajarlah menjelaskan kepada orang bagaimana ia seharusnya dan ingin
jadi apa ia”.
3. “Tatkala aku seusia
kau, ingin sekali aku menuntut ilmu. Aku yakin sekali bahwa tenaga manusia tidak
berarti apa-apa atau hampir tidak berarti, kecuali bila mendapat pertolongan
para dewa”.
4. “Aku tidak tahu dari
mana dewa akan memulai, juga aku tidak tahu di mana akan berakhir! Tapi
barangkali aku dapat mengutarakan apa yang ada dalam hatiku bila kukatakan,
bahwa permulaanya itu tidak berakhir”.
5. “Senang rasanya aku
memikirkan, bahwa manusia sesudahku kelak-berkat jasaku-akan hidup lebih baik,
lebih baik, lebih dekat pada kebebasan-daripada kami”.
E.
ALASAN
MENGAPA BEBERAPA HAL TERSEBUT MERUPAKAN HAL MENARIK ADALAH:
1. Untuk
nomor satu ini merupakan hal menarik karena hal itu benar adanya, bahwa kita
harus tahu siapakah diri kita ini, dari keluarga mana kita berasal, dari
keturunan apa dan golongan apa, itu semua memang hal yang wajar saja dalam
kehidupan walaupun sebenarnya itu semua juga dapat mengakibatkan kesenjangan
social dalam kehidupan bermasyarakat, namun kita tidak dapat memungkiri hal
tersebut. Jadi kita hanya bisa menerima warisan atau keturunana yang telah kita
miliki sejak lahir (dilahirkan didunia ini). Namun bergantung pada kita sendiri
bagaimana menjalani kehidupan kedepannya.
2. Nomor
dua ini juga merupakan hal menarik, karena sebagai orangtua hal tersebut benar
dalam penasehatannya, karena jika kita mampu menjadi sosok yang diinginkan dan
memang seharusnya terjadi pada kita, yakni menjadi orang dewasa. Maka kita tahu
bagaimana hakikat sejati diri kita aini, apakah yang kita inginkan atau ingin
kita capai dalam hidup ini akan kita ketahui dengan seiring berjalannya waktu,
pertumbuhan kita sendiri menjadi sosok dewasa bukan anak-anak lagi yang harus
selalu apa-apa diarahkan.
3. Nah
untuk nomor tiga ini menurut saya adalah hal yang paling menarik dari beberapa
hal menarik tersebut diatas. Karena menurut saya hal tersebut benar adanya,
menuntut ilmu itu adalah sebuah hal penting dan merupakan kewajiban. Karena
dengan memilki ilmu kita bisa mengembangkan ilmu tersebut untuk hal-hal berguna
dan tentunya bermanfaat untuk diri dan hidup kita, dan percuma kita kuat dalam
fisik namun otak kita tidak cerdik. Ilmu adalah sebuah kekuatan alamai yang
berupa taktik dan sangat membantu kita dalam berkehidupan, jadi kalau hanya dengan
otot maka kita akan dengan mudah dikelabuhi musuh, selain itu semuanya juga
bersumber dari ilmu, mau mengerjakan apapun tanpa ada dasar ilmu pengetahuan
maka hasilnyan akan tidak sesuai harapan. Jadi menuntut ilmulah, karena tanpa
itu keberhasilan yang kita capai nunkgin hanya karena keberuntungan atau adanya
dewa penolong. Jadi sama saja itu bukanlah alamiah dari diri kita. Jadi saya
setuju bahwa kita memang wajib menuntut ilmu pengetahuan.
4. Nah
nomor empat ini juga merupakan hal menarik karean disini seseorang mengungkapkan
kejujuran perasaannya, yaitu tentang mereka sadar kalau mereka tidak tahu apa
yang akan terjadi dan apa pula yang akan terjadi berikutnya yang disini
ditentukan oleh para dewa, namun optimismenya tentang permulaan belum berakhir
ini patut diacungi jempol karena merupakan semangat yang ada dalam dirinya.
5. Dan
yang terakhir yaitu nomor lima ini juga merupakan hal menarik karena setelah
kita berusaha menyumbangkan yang terbaik untuk
kelangsungan hidup anak cucu kita nanti, maka kita akan merasa
perjuangan kita tidak sia-sia, dan berharap dapat berguna bagi kelangsungan
hidup generasi berikutnya.
F.
Dari
penjabaran tentang beberapa hal menarik tersebut, menurut saya hal yang paling
menarik adalah nomor tiga yaitu sebagai berikut:
“Tatkala
aku seusia kau, ingin sekali aku menuntut ilmu. Aku yakin sekali bahwa tenaga
manusia tidak berarti apa-apa atau hampir tidak berarti, kecuali bila mendapat
pertolongan para dewa”.
G. Jadi dari penjabaran tersebut menurut saya novel “THESEUS” ini paling cocok dianalisis dengan “PENDEKATAN PSIKOLOGIS”. Karena dengan pendekatan itu kita akan
menghasilkan pengapresiasian karya prosa fiksi dengan baik dan pendekatan itu
cocok dengan analisis saya memilih judul “THESEUS
SI PEMBERANI” untuk novel “THESEUS
KARYA ANDRE GIDE”.
Alasan saya mengapa mengambil pendekatan psikologis adalah karena novel
ini dalam apresiasinya cenderung diperlukan usaha untuk memahami prosa fiksi
sebagai sebuah kreasi yang tidak dapat dilepaskan dari aspek psikologis,
terutama pengarang, pembaca dan yang lain.
Selain itu dengan pendekatan ini saya dapat menemukan karakter-karakter
yang terdapat pada tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam novel theseus tersebut.
Selain itu juga karena novel ini mengundang pembaca dalam subjektivitas
pemikiran dan menyambungkannya dengan dunia nyata. Serta tafsiran yang banyak
dihasilkan pada teks tertentu. penafsiran secara cepat dan menggugah fantasi-fantasi
kita dalam apresiasi prosa fiksi ini.
H. Saya juga akan memberikan penjelasan tentang pengertian dari PENDEKATAN PSIKOLOGIS sendiri, yaitu:
“Pendekatan psikologis ialah pendekatan yang
beusaha memahami prosa fiksi sebagai sebuah kreasi yang tidak dapat dilepaskan
dari aspek psikologis, terutama pengarang, pembaca dan yang lain. Lebih dari
itu, dalam pendekatan ini dapat dipakai psikoanalisis dalam melihat
karakter-karakter yang ada dalam novel atau menganalisis berbagai respon
pembaca atas karya sastra tersebut.
Psikoanalitik secara extreme melihat teks sebagai halaman
kosong tempat subjektivitas pembaca memeriakan dirinya. Pembaca menciptakan
teks kembali berdasarkan pola-pola yang menjadi karakteristiknya dalam
mengadaptasi dunia nyata. Disamping itu, pembaca juga memproyeksikan
fantasi-fantasi karakteristiknya pada teks tertentu. penafsiran pembaca
terhadap teks merefleksikan strategi-strategi yang memiliki karakter dalam
kaitannya dengan ketakutan dan harapan pembaca yang paling dalam. Dengan
psikoanalisis sang apresiator, dapat mengungkapkan aspek ketidak-sadaran fiksi
dan membongkar prosesnya. Semua hal tersebut dihasilkan dari kontradiksi
psikologis, ambiguitas, ketidakhadiran, elemen-elemen yang tersisih, dan
karakter-karakter yang memarginalisasikannya.
I. Dengan
adanya penjelasan mengenai pengertian Pendekatan Psikologis tersebut saya yakin
bahwa novel “THESEUS KARYA ANDRE GIDE” cocok dianalisis dengan pendekatan
tersebut.
J. Kesimpulan
a. Novel Theseus karya
Andre Gide menceritakan riwayat perjalanan hidup Theseus, sang tokoh utama yang
mengalami Oedipus complex. Penyebab dari Oedipus complex yang dideritanya yakni
kegagalannya dalam melewati fase-fase perkembangan kepribadiannya. Hal tersebut
membawanya pada satu titik fiksasi atau keterpakuan. Kondisi tersebut hadir
akibat terputusnya hasrat libido melalui larangan sang ayah. Kondisi inilah
yang mengakibatkan peristiwa-peristiwa kematian orang terdekat Theseus yakni
kematian ayahnya (Aegeus). Kematian anaknya (Hypollitus) dan kematian
sahabatnya (Oedipus).
b. Hal yang paling
menarik dalam novel ini ada pada nomor tiga Yakni: “Tatkala aku seusia
kau, ingin sekali aku menuntut ilmu. Aku yakin sekali bahwa tenaga manusia
tidak berarti apa-apa atau hampir tidak berarti, kecuali bila mendapat
pertolongan para dewa”.
c. Pendekatan yang
sesuai dengan judul saya yaitu ”Theseus Si Pemberani” adalah “Pendekatan Psikologis”
dimana pendekatan ini paling cocok dan pas dalam penganalisisan apresiasi prosa
fiksi pada novel “Theseus” sesuai yang telah saya jelaskan tersebut diatas.
d. Dalam pendekatan Psikologis
saya spesifik pada kehidupan dan karakteristik salah satu tokoh yaitu Theseus yang
memiliki jiwa pemberani dan kepemimpinan yang tinggi yang diwarisi oleh ayahnya
tersebut. Jadi saya juga memutuskan menggunakan judul “Theseus Si Pemberani” yang
itu semua saya sesuaikan dengan sifat tokoh tersebut yang saya pergunakan
sebagai tonggak dalam apresiasi prosa fiksi ini.
e. Banyak hal menarik
yang terdapat dalam novel ini serta masing-masing hal menariknya tentu kita
dapat mengambil sisi positifnya.
f. Novel ini sangat
memiliki nilai kehidupan yang tinggi, dimana perlunya menyeimbangkan kehidupan,
perlunya tahapan perkembangan yang benar-benar harus terjadi dalam diri
individu sebagaimana mestinya, serta haruslah kita bisa menjaga dan menggunakan
sifat baik kelebihan maupun kekurangan kita dengan baik dan benar sebagimana
yang seharusnya memang kita lakukan dengan penuh keseimbangan diantara
keduanya. Jadi akan terwujud kehidupan yang sejahtera bagi kita sendiri khususnya
serta jangan mendendam pada orangtua karena itu tidak baik. Sejelek apapun
sifat dan perilaku orangtua, mereka adalah orang yang telah membesarkan dan
mendidik kita sampai seperti ini. jadi tetaplah berbakti dan menuruti nasihat-nasihatnya
sekalipun itu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan dan harapkan.
Sekian dan terimakasih J.” Tak ada gading yang tak retak”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please.. Don't Repost Back.. :D